The Face Thief

image

Jadi pengalaman pertama saya membaca karya Eli Gottlieb. Tanpa tahu review dari siapapun saya coba menikmatinya. Hasilnya luar biasa. Ada yang janggal di setiap paragraf buku ini. Plot yang unik, kata-kata yang dibuat rumit dan tak biasa. Baguslah, saya suka baca buku yang butuh telaah gini. Butuh kesabaran, butuh konsentrasi, bahkan untuk mengdobrak isi kepala saya sengaja membaca nyaring untuk kalimat langsung agar lebih mantab.
Kisahnya sebenarnya sederhana. Kalau kamu sudah baca If Tomorrow Comes-nya Sidney Sheldon maka kamu akan bisa menebak alurnya. Garis besar ceritanya sama. Pencurian era sekarang dengan mengakali bisnisman. Kalau di If Tomorrow kisahnya lurus terus dengan pencurian barang-barang mahal nan langka, di The Face dibuat lebih sederhana namun dari sudut pandang yang berbeda dan ini uniknya, plotnya diacak sehingga kita diminta menyambungkannya. Spot puzzle seperti ini bagus dan mengingatkanku pada 21 Grams-nya Naomi Watts yang wow itu. Walau tak serumit 21 Grams, The Thief jelas seru diikuti.
Ada tiga plot dengan tiga sudut pandang karakter yang disajikan lalu disambung diakhir. Pertama  Margot Lassiter, masa kini yang diceritakan sakit (alasannya kenapa disimpan di akhir) sehingga terkesan ia terjatuh dari tangga yang membuatnya amnesia, lupa ingatan karena benturannya mengenai kepala. Margot dirawat di rumah sakit Manhattan. Kedua sudut pandang Lawrence Billings, sang motivator yang sudah menulis buku best seller tentang seni membaca wajah dan tingkah laku lalu mengadakan seminar dari kota-ke-kota. Bermasalah dengan istrinya dan akhirnya gagal dalam kelas privat. Ketiga John Potash, bisnisman yang ditipu ribuan Dollar. Awalnya semua deal yang dilakukannya lancar dan berbuah sukses sampai akhirnya bertemu sang penipu. Ketiganya diaduk laksana kopi pahit yang nikmat diseruput di kala panas.
Seluruh isi buku akan fokus menceritakan perjalanan ketiga karakter itu. Detailnya memang samar, dan memang sengaja dibuat samar agar pembaca penasaran. Margot yang cantik hidup dari keluarga broken, bermasalah dengan ayahnya setelah ibunya sakit. Lawrence adalah paruh baya yang tak punya anak setelah istrinya Glynis keguguran. Berdua mengarungi kerasnya hidup, mereka terlihat bahagia sampai akhirnya terancam bubar setelah ketahuan Lawrence pernah selingkuh. Potash diceritakan lebih manis. Setelah pernikahan pertama tanpa anak yang kandas lalu menikah lagi dengan Anabella, janda dua anak Loius dan Terry yang memberinya motivasi. Potash sangat mencintai ibunya, apalagi setelah ayahnya meninggal. Awalnya terlihat aneh plotnya, namun setelah dibaca semakin lama semakin jelas maksud Eli. Jahitannya adalah, Margot bukan jatuh dari tangga. Murid privat Lawrence adalah Margot yang nakal. Janelle, wanita penipu Potash itu adalah Margot yang kini keberadaannya sudah terlacak FBI. Sederhana? Ya sebenarnya sederhana namun pembawaan Eli tak sesederhana itu. Banyak kalimat yang layak dikutip.
“Beginilah rasanya patah hati. Seperti diisi oleh es, hanya saja esnya terasa membakar. Seperti menjadi orang terakhir yang hidup di bumi dan hanya melihat orang-orang mati ke mana pun kau memandang. Aku bersumpah tidak akan membiarkan ini terjadi lagi seumur hidupku.” – halaman 53
“Jujur saja, aku masih menyesuaikan diri untuk bisa ceria sepanjang waktu. Ini adalah sensasi baru.” | “Botolkan dan jual itu, kalau kau bisa.” – halaman 23
Ilhamnya adalah titik kritis pribadinya, keselarasan antara data fisik, intuisi, dan firasat yang bagus yang akan menjadi titik tolak seluruh masa transisi paling penting dalam hidupnya. – halaman 63
“Kau anak yang pintar, dan anak pintar biasanya tidak akan kehilangan segalanya, kecuali mereka berubah tolol, atau seorang perempuan telah mengubahnya menjadi seperti ini?” – halaman 149
Waktu bisa menyembuhkan; waktu selalu dengan mudah menghapus kesulitan di masa lalu. – halaman 144
Pria bisa dikendalikan sekehendaknya setelah berhubungan seks, tapi kondisi sebelum berhubungan sekslah yang lebih krusial, saat beberapa penyesuaian dilakukan. – halaman 140
“Iya, dan aku hanya ingin kau tahu bahwa aku ada di sini kalau kau membutuhkan apa pun dariku. Kalau kau tak ingin melihatku lagi, aku akan mengerti. Kalau kau ingin menceritakan lelucon, aku akan tertawa. Kalau kau ingin memberiku ciuman kecil yang suci, mungkin aku akan menciummu balik. Aku suka dengan apa yang telah kau bawa bagi hidupku, Lawrence, tapi aku tak ingin menjadi beban sedikit pun.” – halaman 111
Dunia ini adalah serangkaian senjata terkokang disertai probabilitas yang terus berdetik. – halaman 105
“Ini yang tak boleh kulakukan, aku tak boleh menyarankan Anda untuk berusaha mencari wanita itu secara pribadi. Aku tak boleh menyarankan Anda untuk menyewa seorang detektif swasta yang ahli menangani hal seperti ini dan berusaha untuk melacak wanita itu dan mengkonfontasinya dengan ancaman tahanan, dan mungkin berusaha untuk tawar-menawar agar dia mengembalikan sebagian uang sebagai kompensasi karena Anda tidak mengajukannya ke pengadilan. Aku tak boleh memberi tahu Anda bahwa aku mengenal seseorang yang mahir dalam bidang ini sejak dulu, dan yang paling tidak boleh aku lakukan adalah memberikan nama orang itu kepada anda.” Tanpa mengubah ekspresi wajahnya, Bortz menyelipkan sebuah kartu nama ke seberang meja. – halaman 72
“Ada cokelat di laci kanan tempat makanan kering. Nikmatilah rumah ini.” – halaman 251
Potash mengangkat tangan yang sama dan menutup mata dengan keduanya, mematikan dunia. Apakah narkotika cinta itu sendiri yang telah mengubahnya menjadi sebodoh ini? – halaman 239
“Istrimu itu bagaikan harta karun dan kau tak pantas mendapatkannya.” – halaman 223
Itu adalah kalimat yang sama yang ia gunakan di tahun-tahun kemunduran kesehatan ayahnya. Kalimat itu seusang kaus tua sang ayah, yang lapuk dipakai hingga nyaris transparan. Tapi Potash tak bisa menahan diri untuk mengatakannya. “Pulanglah, John.” – halaman 266
Kualitas terjemahannya bagus. Pemilihan diksi yang pas. Mudah dicerna. Tak banyak typo walau masih saja kutemui. Saya yang salah mengerti atau memang terjemahan ini salah mengikuti aturan kata “anda” seharusnya “Anda”. Tak banyak buku Alvabet di rak-ku namun melihat daftar buku-buku terjemahan mereka yang berkualitas tentu saja ke depannya akan saya tambah. Apa kabar Muhammad Al-Fatih sang Penakluk?
Paragraf ini mungkin mengandung Spoiler. Allert!
Ending-nya juga sangat mirip If Tomorrow, kalau tak mau dibilang jiplak. Naik pesawat dengan wajah ceria. Mengantung lalu berkelanan dengan seorang gentleman (yang tentu saja) dipikiran penulis dimaksudkan sebagai target berikutnya. Jelas Eli sudah membaca If Tomorrow dan sangat terinspirasi denganya.
Kehebatan Eli ada dalam ramuan kata-kata. Seperti saran George Orwell yang mengajarkan kita untuk melawan tata bahasa dalam susunan kalimat. Karena the Thief, saya pasti mengincar buku Eli yang lain. Eli telah menulis empat buku. The Boy Who Went Away, Now You See Him, dan Best Boy masuk daftar incaran.
The Face Thief | Oleh Eli Gottlieb | copyright 2012 | Penerbit HarperCollins Publishers | Penerjemah Sri Noor Verawati | cetakan 1, Juni 2012 | Penerbit PT Pustaka Alvabet | 300 hlm. 13 x 20 cm | ISBN 978-602-9193-18-3 | untuk orang tuaku: Leonard Gottlieb, 1917 – 2008 dan Esther Gottlieb, 1920 – 2010 | Skor 4/5
Karawang, 090416 ~ BsB – Drowning