Eilis: I wish that I could stop feeling that I want to be an Irish girl in Ireland | Father Flood: Homesickness is like most sicknesses. It will pass.
Inilah film dengan akting prima seorang aktris yang sangat kucinta, Saoirse Ronan. Putri pertamaku kunamani Najwa Saoirse Budiyanto. Sepanjang film fokus cerita akan terus ke Saoirse, lebih tepatnya ke wajah Saoirse. Perubahan dari gadis desa yang lugu, kangen rumah di perantauan sampai transisi kedewasaan ditampilkan dengan sangat istimewa. Tak heran dia akhirnya mendapatkan nominasi Oscar 2016 best actress. Sejujurnya film ini kurang kuat di cerita. Dari seluruh nominasi best picture, jelas Brooklyn adalah yang terlemah. Sehingga dengan berat hati saya tak menjagokannya, terbukti Brooklyn (dan The Martian) bertangan hampa. Sesuai prediksi.
Kisahnya khas sinetron yang tiap malam wara-wiri di tv nasional. Tentang cinta ala remaja dengan problematikanya. Namun Brooklyn memiliki pengambilan gambar berkelas dengan akting memukau. Hal tak dimiliki sinetron kita. Berdasarkan buku karya Colm Tolbin yang sudah memenangkan Costa Novel award 2009, masuk nominasi 2011 Internasional IMPAC Dublin Literary Award dan 2009 Man Booker Prize. Bahkan di tahun 2012 The Observer memasukkannya dalam satu dari 10 novel histori terbaik. Dasar yang kuat untuk diadaptasi. Dengan setting waktu tahun 1950an, film dibuka dengan Eilis Lacey – dibaca “Ay-lish” (dimainkan dengan brilian oleh Saoirse Ronan) yang seorang remaja Irish bekerja di kampung Enniscorthy. Dalam buku Eilis adalah anak kelima dari lima bersaudara. Di sini ia adalah anak kedua dan hanya memiliki seorang kakak, hal ini tentu saja untuk mengefektifkan cerita. Bosan dengan rutinitas, ia memutuskan merantau ke negeri impian Amerika. Segalanya sudah diurus, sehingga dengan uang seadanya Eilis naik kapal menuju Brooklyn, New York. Dalam kapal tersebut ia bertemu dengan seorang wanita yang sudah berpengalaman, setelah berkenalan ia belajar beberapa hal sebagai gadis rantau. Hal ini akan menjadi trivia yang menggelitik di eksekusi ending.
Sesampainya di Brooklyn dimulailah kehidupan baru Eilis. Hidup di lingkungan religius, dapat bimbingan dari Father Flood (Jim Broadbent). Dalam pantauan induk semang yang bagus. Adegan makan malam akan beberapa kali muncul, setidaknya ada delapan kali dengan dialog kuat penuh petuah. Mengingatkanku pada film August: Osage County itu namun memang konflik utama bukan di sini. Konflik itu muncul dari dalam diri Eilis. Sebagai gadis perantau yang jauh dari keluarga, dirinya ditikam rindu. Rutin berkirim surat dengan kakaknya Rose Lacey (Fiona Glascott) dan ibunya Mary Lacey (Jane Brennan). Betapa kangennya Eilis akan rumah ditampilkan dengan bagus. Saat Saoirse membaca surat, saya jadi teringat kisahku sendiri dulu pas awal kerja di Cikarang, Bekasi. Beberapa kali saya menangis di malam hari saat homesick itu menyelubungi jiwa. Kangen ibu, kangen kakak, kangen kesunyian malam di desa. Makanya saya bilang film ini istimewa. Seperti hidupku yang kini sudah 12 tahun di tanah rantau, waktulah yang akan menyembuhkan rindu. Eilis perlahan namun pasti bisa menerima keadaan. Mulai menikmati rutinitas di kota Brooklyn. Bergabung dalam komunitas perantau Irish. Belajar dansa, bergaul lebih luas. Dalam sebuah adegan mengalun lagu Irlandia “Frankie’s Song” (disebut juga Casadh An Tsugain), di tanah rantau-pun kita bisa menikmati kenangan hidup dengan mendengarkan lagu-lagu asal kita. Makanya saya selalu tersenyum saat mendengar lagu Didi Kempot berkumadang di Karawang.
Di sinilah akhirnya ia mendapatkan cinta. Berkenalan dengan pemuda keturunan Italia, Antony “Tony” Fiorello (Emory Cohen) lalu memadu kasih. Keduanya benar-benar memiliki chemistry yang hebat. Cerita sedernaha ini jadi begitu menggugah. Eilis bekerja sambil melanjutkan pendidikan di akutansi. Keindahan romansa anak muda, keseimbangan berjuang dalam pendidikan dan cinta. Luar biasa. Jadi ingat masa laluku. Lalu kabar buruk datang dari Irlandia. Ada kerabat yang meninggal. Eilis langsung lemas. Waktu tak kan bisa mengejar untuk mengikuti upacara pemakaman. Namun setelah agak tenang, ia memutuskan mengambil cuti untuk pulang – mudik. Sebelum pulang ia dengan berani mengambil resiko besar.
Saat di kampung diapun bernostalgia. Bertemu teman-teman lama. Ke tempat kerja mendiang, dan menemukan fotonya dipajang di meja kerja. Sangat menyentuh hati. Lalu membantu pekerjaan alm. di sana. Menghadiri pesta nikah teman karibnya, Nancy (Eileen O’Higgins). Dan diajak jalan teman lama yang menghantarnya berkenalan dengan pemuda tampan nan kaya Jim Farrell (Domhnall Gleeson). Tresno jalaran soko kulino, lambat laun mereka dekat dan akrab. Orang-orang mulai menggunjing kedekatan mereka. Eilis sampai diajak makan keluarga. Dengan kehidupan baru yang sangat menjanjikan di kampung, atau cinta yang sudah menunggu di Brooklyn kemanakah hati Eilis akhinya berlabuh? Ya, konflik utama itu adalah ini. Cinta segitiga.
Well, saya sendiri akan melakukan hal sama seandainya terjebak dalam dilema seperti itu. Kisah panjang Eilis benar-benar refleksi hidupku, walaupun beberapa bagian dibalik. Pernah punya kekasih di kampung lalu saya ditinggal nikah. Kerja sambil ngumpulin duit untuk lanjut kuliah. Sakit sekali jauh dari orang tua. Ditelpon, ayah meninggal dunia ketinggalan ucacara pemakaman. Pilihan hidup, apakah akan tinggal di kampung ataukah melanjutkan di tanah seberang. Di sini Saoirse luar biasa, penampilan terbaiknya sejauh ini. Makin cinta. Film ini juga sangat personal bagi Saoirse yang terlahir di Bronx, New York namun dibesarkan di Irlandia. Dalam wawancaranya dengan David Poland, Saoirse berujar, “I felt like I can’t mess this up, because all of Ireland will be watching. I felt a huge responsibility to be country to really capture what the story was.” Untungnya Saoirse Ronan berhasil karena Brooklyn mendapat standing applus saat screening di Sundance Film Festival.
Dalam sebuah adegan Saoirse Ronan berujar kepada Eileen O’Higgins, kamulah gadis tercantik yang beruntung. Walau tentu saja saya tak setuju karena yang tercantik tentu saja Saoirse sendiri. Namun harus diakui Eileen yang melakukan debut film-nya di sini terlihat berhasil mencuri perhatian. Catat saja, dalam lima-enam tahun ke depan ia akan memiliki karir yang cemerlang.
Di Oscar memang sudah bisa ditebak kalah. First thing first story. Mengandalkan akting hebat tak cukup kalau ceritanya biasa. Konflik kurang nendang. Seperti yang saya bilang di awal, pengambilan gambar film ini sangat bagus. Perubahan suasana hati Eilis ditampilkan dalam tiga visual yang berbeda, yang pertama saat Eilis sebelum berangkat dengan tone warna hijau yang mengacu pada fotografi Irlandia tahun 1950an. Kedua perubahan itu tampak saat Eilis tiba di Brooklyn dengan warna yang lebih cerah menyesuaikan hiruk pikuk Amerika di tahun 1952. Yang ketiga saat kembali ke Irlandia, warnanya lebih glamor yang memperlihatkan betapa Eilis sudah jauh berubah. Lebih dewasa, lebih hidup. Gambar yang indah dan akting hebat memang tak cukup mencuri hari juri Oscar. Namun saat penganugerahan Oscar saya selalu bertepuk tangan saat sorot kamera mengarah ke Saoirse. Dia memang tak memenangkan piala, namun SELALU Saoirse Ronan juara di hatiku.
Brooklyn | Directed by John Crowley | Screenplay Nick Hornby | Cast Saoirse Ronan, Hugh Gormley, Jim Broadbent, Maeve McGranth, Fiona Glascott, Eileen O’Higgins, Julie Walters | Skor: 4/5
Karawang, 140316
Aku pertama lihat Ronan ini di Atonement. Sulit untuk suka dia di sana (meski otomatis kagum dg actingnya). 😂😂 Apalagi aku juga membaca novelnya. Sekian tahun berlalu dan aku senang ia berhasil masuk nominasi lg. Semoga berikutnya bs dpt script yg lbh baik spy bs menang.
SukaSuka
Sama.
Film yang sangat berkesan.
SukaSuka
Emang pertama kali lihat saoirse di film mana, mas
SukaSuka
Atonement, menghantarnya jadi nominasi best supporting actress
SukaSuka
Ooo belum pernah nonton film itu saya
SukaSuka
Ping balik: Prediksiku Di Oscar 2018: #SacramentoProud | Lazione Budy
Ping balik: Happy Birthday Saoirseku | Lazione Budy