Paul Marshall: We lost China. We’re losing Vietnam. We have to win this one.
Jika ada profesi yang saya sesali tak kudalami saat di persimpang jalan di masa muda, mungkin itu adalah pecatur. Sempat jadi kebanggaan keluarga dengan memenangkan kompetisi, walau kelasnya lokal macam 17an, kompetisi antar sekolah sampai tanding antar RT. Catur sebenarnya sudah mendarah daging dalam keluargaku. Kegemaranku bermain catur perlahan meluntur saat kakakku, Mury berangkat merantau. Beliau adalah lawan tanding yang solid. Hanya sesekali bermain catur dengan teman atau tetangga dengan frekuensi rendah akhirnya papan hitam-putih itu benar-benar kutinggalkan. Ciri khas saya dalam tanding dua kemenangan: kelapa saya sangat prima di laga pertama. Di laga kedua kepalaku akan sangat panas dan sering kehilangan poin yang memaksa laga ketiga, di permainan penentu saya akan lebih defence sebelum menyusun serangan. Di tahun 90-an, setiap ke pasar saya suka sekali menganalisis “Judi Catur Tiga Langkah Mati”. Doeloe pejudi catur berserakan di sekitar pasar Kliwon, Bekonang, Sukoharjo. Kunci tiga langkah yang diberi adalah, fokus setiap bidak ke ratu dengan (minimal) lima kemungkinan serangan mematikan, di sini tentu saja langkah pertama akan sangat menentukan.
Maaf, sedikit nostalgia. Ini bukan mau bicarakan masa kelam laluku, tapi ini tentang film yang saya tonton seminggu lalu. Tentang catur. Olahraga otak yang sudah sangat lama kutinggalkan. Sungguh mengherankan saya sejauh ini belum pernah membaca satu-pun pecatur dunia. Hanya sesekali mendengar nama Bobby Fischer, Utut atau Kharisma. Semuanya hanya baca kisah hidupnya sepenggal-sebagian. Makanya saat kaset film Pawn Sacrifice di tangan, saya sama sekali awam kehidupan sang legenda catur Amerika, Bobby Fischer. Tanpa banyak ekspektasi karena beberapa hari sebelum nonton ada yang bilang ini film biasa. Makanya kelar nonton saya sungguh-sungguh-sungguh terkejut. Pawn Sacrifice ternyata luar biasa keren. Istilah di forum Bank Movie (BM), ini film keren bangsat!
Berdasarkan kisah nyata. Kisahnya sendiri sangat menyentuh. Dibuka dengan adegan Bobby Fischer (Tobey Maguire) yang paranoid, menyembunyikan diri dari kejaran paparazi atau sesuatu yang kasat mata? Di balik jendela mengintip keluar. Lalu muncul narator sebuah berita, bahwa Bobby menghilang dalam pertandingan catur kelas dunia memperebutkan juara satu melawan Spassky di pertandingan kedua. Kemanakah Bobby kabur? Kemudian kisah ditarik jauh ke belakang di masa kecil Bobby.
Kehidupan masa kecil yang kurang bahagia karena tak mengenal ayahnya yang menghilang. Bersama ibunya Regina Fischer (Robin Weigert) dan adiknya Joan Fischer (Sophie Nelisse), Bobby kecil (Seamus Davey Fitzpatrick) sudah sangat berbakat bermain catur. Satu per satu prestasi diraihnya hingga di usia yang baru 12 tahun ia sudah dapat gelar grandmaster catur muda Amerika. Sebagai pecatur, kesunyian adalah sahabat karib yang tak bisa ditawar. Maka suatu hari saat ibunya membawa teman lelaki ke rumah dan menggangu konsentrasi Bobby kecil mengusir ibunya.
Di tahun 1960-1970an di mana perang dingin melawan Uni Soviet sedang berlangsung, segala isu tentang komunis sungguh sangat sensitif. Pawn Sacrifice adalah film ketiga dengan setting perang dingin yang kutonton tahun ini setelah Bridge of Spies dan Trumbo. Saat itu Uni Soviet sedang digdaya dengan para pecaturnya, salah satunya nomor satu dunia, Boris Spassky (Liev Scheiber). Bersama pengacara Paul Marshall (dimainkan dengan sangat bagus oleh Michael Stuhlbarg) dan Father Bill Lombardy (Peter Sarsgaard), Bobby menapaki puncak dunia. Dan takdirlah yang mempertemukannya dengan Spassky. Bobby yang paranoid, merasa selalu diawasi, selalu dikuntit. Dia menuntut tak ada pers yang mengikutinya. Minta diantar dengan mobil limousen, tinggal di hotel mewah. Dirinya butuh kenyamanan seperti yang didapat orang-orang Rusia itu. Awalnya kesal, namun benar juga ya tuntutannya. Dalam sebuah adegan, Bobby yang sampai di bandara memutuskan kabur naik taksi meninggalkan kerumunan wartawan yang mengakibatkannya tak jadi bertanding. Paraoid berlebihan. Pertandingan tahun 1966 di Santa Monica itu kacau.
Di Reykjavik, Islandia tahun 1972 klimak cerita film ini ditampilkan. Kemenangan demi kemenangan menghantarnya menuju final. Bobby dan Spassky melibas lawan-lawan dan sampailah di puncak kompetisi yang mempertemukan mereka. Pertandinagn final gim 12,5 poin itu berjalan dengan sangat menegangkan. Di pertandingan pertama, yang dibuat dengan sangat dramatis mengantarkan kekalahan di pihak Fischer. Dia menyerah setelah salah mengambil langkah dan Spassky memperangkap bishop-nya. Pertandingan berikutnya, Fischer menuntut segala suara yang menggangu dihilangkan. Tak ada penonton, tak ada kegaduhan, tak ada intimidasi. Tentu saja permintaan itu ditolak, di pertandingan kedua Fischer tak muncul. Adegan inilah yang kita lihat di opening film. Kini Spassky leading 0-2. Uni Soviet berpesta, sampanye mereka dari abad 18 bahkan sampai dibuka buat merayakannya. Fischer terancar diskualifikasi. Rakyat Amerika cemas, Paul Marshall panik, penonton gelisah. Bagaimana akhir kisah seru sang pecatur hebat ini berlanjut?
Well, saya terkejut. Film ini sungguh luar biasa. Diluar ekspektasi. Brilian. Shocking. Penampilan Tobey sangat berkelas. Sebagai side kick, Michael Stuhlbarg juga tampil memukau. Peter Sarsgaard mengimbangi kekacauan itu dengan lebih lembut nan sarkatis. Liev menemukan tone garang dengan tatapan tajamnya. Setiap lihat Liev yang terlintas di benak adalah saudara Wolverine yang marah Sabertooth dalam Origins. Yang mengejutkan tentu saja, film ini tak muncul sama sekali di Academy Award. Ada beberapa kelemahan yang kurang akurat, di tahun 1965 saat Paul membual kepada Fischer tentang betapa ia adalah pengacara yang berhasil mempromosikan Jimi Hendrix dan Rolling Stones itu adalah kesalahan mendasar. Faktanya di tahun 1965 Jimi Hendrix belum terkenal. Lalu dalam pertandingan puncak di game ke-6, ada seseorang nyeletuk tentang “Sicilian Defence”. Fischer memainkan bidak putih saat itu, padahal fakta dalam catur “Sicilian Defence” hanya bisa dimulai oleh pecatur yang memainkan bidak hitam dengan posisi Raja di E4 dan Bishop di C5. Kelemahan lainnya adalah kesalahan dalam menentukan siapa yang memulai permainan dengan menentukan warna bidak. Dalam sebuah adegan pemilihan dilakukan sesaat sebelum pertandingan, ough.. dalam kejuaran dunia penentuan warna sudah dilakukan lima hari sebelum hari H. Kelemahan utama mungkin eksekusi ending, tapi itu tetap tak mengurangi kenikmatan cerita. Sungguh menggugah kisah Fischer ini. Sepintas setelah selesai menonton saya nyeletuk, dia harusnya diangkat sebagai pahlawan nasional, walau akhir hidupnya kurang bersahaja. Sepertinya film ini memberiku peringatan untuk membaca lebih lengkap biografi Fischer.
Bagi Anda penggemar catur, jelas film ini wajib tonton. Dan nikmatilah tiap langkah bidaknya, kawan!
Pawn Sacrifice | Directed by Edward Zwick| Screenplay Steven Knight | Cast Tobey Maguire, Liev Scheiber, Michael Stuhlbarg, Peter Sarsgaard, Lily Rabe| Skor: 4/5
Karawang, 140316 – Lady Antebellum – One Great Mystery