Seperti yang sudah saya bilang, sebelum memulai petualangan 14 novel Sidney Sheldon saya harus menyelesaikan buku pertama trilogi Bliss. Novel ini saya beli bulan September lalu saat jenuh di rumah di Sabtu siang lalu iseng jalan ke toko buku Kharisma di Karawang Central Plaza (KCP) dengan budget mepet di dompet, selembar kertas biru. Serius, tak ada lembar uang lain di dompet selain kertas lima puluhan itu. Buku bagus banyak, buku mahal banyak. Tapi untuk mendapatkan buku bagus dengan harga murah itu susah-susah mudah. Makanya selama 2 jam mengelilingi rak novel, pilih-pilah, bongkar sana-sini, baca back-cover satu-dua, timang-timang ragu. Awalnya mau ambil Meet Your Maker-nya Jacob Julian namun saya butuh sesuatu yang wah saat itu juga. Akhirnya coba Bliss #1 dengan uang kembali 500 perak.
Saya tak terlalu memperdulikan kemasan saat membaca buku. Cover bisa jadi pertimbangan, namun tak selalu masuk kategori utama. Kualitas kertas apalagi, saya justru suka buku minimalis dengan isi kertas buram. Kurasa novel dengan kertas HVS itu pemborosan. Makanya, jelas pilihan Bliss bukan karena pertimbangan tampilan luar yang menggiurkan. Dengan warna biru dominan, kualitas cover luks timbul dan sangat cerah. Gambar yang ceria dengan set ‘Cup & Cupcake Bliss Bakery’. Dan baru kali ini saya punya buku dengan ujung kertas bagian terbukanya dilumuri biru bling-bling. Kalau ada kontes pemilihan best cover, pastilah novel ini juara 1. Tenang saja, bagiku first thing first story. Kualitas cerita nomor satu.
“Lezat dan sangat lucu.” Itu kata Wall Street Journal. Bisa jadi testimoni itu benar. Sedari awal kita langsung disuguhkan sebuah prolog yang membuat penggemar sihir melonjak girang. Rosemary Bliss saat ulang tahun yang ke sepuluh, melihat dengan kepala sendiri orang tua mereka membuat kue dengan sihir. Saat itu, Kenny tetangga mereka kesetrum yang membuatnya dirawat di rumah sakit sampai koma. Purdy Bliss, ibu Rose bergegas membuat ramuan ajaib sebelum terlambat. Hujan lebat yang tak memungkinkan meningkalkan anak-anak mereka ditinggal memaksa Albert Bliss, ayah Rose mengajak seluruh keluarga ikut ke puncak Calamity Fall dengan mobil Van untuk menangkap halilintar. Malam itu, ramuan sudah lengkap, dengan mantra “electro coreccto” Purdy merampungkan resep. Keesokan harinya, kue itu disuapkan paksa kepada Kenny yang tak sadarkan diri. Awalnya suapan pelan, lalu perlahan Kenny menelan satu demi satu sisanya. Dan ajaib dia pulih dan berkata, “kau punya susu?”
Pembuka yang hebat. Harapan pembaca langsung membumbung di langit. Dua tahun setelah itu, Rose melihat berbagai bencana besar atau kecil di kota kecil mereka dan diam-diam orang tuanya memperbaiki keadaan. Keluarga Bliss terdiri dari orang tua Albert dan Purdy, Ty si sulung yang tampan, Rose sebagai karakter utama dan sepanjang cerita akan diambil dari sudut pandangnya, Sage sang actor, dan si bungsu Leigh yang berusia 3 tahun. Lalu karakter lain ada Chip yang jadi karyawan Bliss Bakery, memiliki tubuh atletis dan macho. Mrs Carlson, orang tua yang menjaga Leigh selama ayah-ibu mereka pergi. Ya, kisah bergulir ketika suatu siang Rose melihat mobil polisi ke toko roti mereka untuk menjemput orang tua mereka. Walikota Hammer meminta bantuan, kota tetangga membutuhkan bantuan sehingga memaksa mereka pergi seminggu penuh. Albert berpesan apapun yang terjadi mereka dilarang membuka Bliss Bakery Booke, buku sihir yang disimpan di lemari besi ruang pendingin bawah tanah.
Ty yang jail dan Rose yang penasaran berat tentu saja tak akan tahan. Ini kesempatan langka di mana mereka memiliki waktu coba-coba ramuan ajaib. Siang di hari pertama kepergian orang tua mereka datanglah tamu asing. Dengan sepeda motor gede, sang tamu membuka helm-nya. Seorang wanita jangkung dan sensasional yang pernah dilihat Rose sepanjang hidupnya, selain di film. Lily, wanita itu memperkenalkan diri sebagai bibinya. Tak percaya, Rose mempunyai saudara secantik model. Orang tua mereka tak pernah cerita.
Sekalipun Rose curiga namun mengingat kesibukan seminggu yang akan datang rasanya Lily bisa membantu apalagi Ty, Sage dan Leigh akan lebih banyak merepotkan ketimbang menolong. Saya jadi ingat novel pertama trilogi The Good Earth, “wanita cantik akan lebih sering mengacaukan keadaan ketimbang memperbaikinya”. Bernahkah?
Sementara bibi Lily membantu Chip di toko kue, Ty dan Rose mulai iseng membuat kue sihir. Diawali Muffin Asmara untuk menyatukan dua sejoli pelanggan mereka yang saling cinta namun tak berani mengungkap. Bliss Booke ternyata memiliki resep yang rumit. Nyaris setiap menu dimulai dengan kisah pendahulu.
Muffin Labu Hijau. Untuk Melarutkan Berbagai Rintangan Berbagai Cinta: Pada tahun 1718 di kota kecil di Inggris yang bernama Gosling’s Wake, Sir Jasper Bliss menyatukan dua orang yang paling tidak beruntung, James Corinthian sang duda dan Petra Biddlebumme si penjahit yang, berturut-turut, terlalu sedih dan terlalu malu, untuk melompat ke kobaran cinta yang agung. Jasper secara khusus mengantar Muffin Labu Hijau ini ke rumah masing-masing, kemudian menunggu pada jarak yang aman dari rumah Petra Biddlebumme si penjahit. Dua jam setelah diantarkan muffin-muffin itu, James Corinthian sang duda berlari ke pintu Petra Biddlebumme, yang mengundangnya masuk untuk minum teh. Mereka menikah sebulan kemudian.
Kisahnya apik bak dongeng pengantar tidur. Ramuannya rumit. Berhasilkah Ty dan Rose menyatukan Mr Bastable dan Miss Thistle? Lalu besoknya mereka geram sama Mr. Havegood yang suka koya, pesan kue mendesak karena akan ada tamu Presiden Kamboja. Kesal, mereka berusaha mengungkap kebenaran kata-kata lewat Cookie Kebenaran.
Koekjes van Waarheid (Cookie Kebenaran): Pada tahun 1618 di desa pertambangan di Zandvoort, Belanda, Lady Brigitta Bliss telah menyingkap perbuatan pencuri permata Gerhard Boots dengan memberinya sekeping Cookie Kebenaran. Si pencuri yang tadinya berkeras tidak bersalah selama testimoni penuh tangis ketujuh korbannya, yang semuanya petani miskin dan permata-permata yang dicuri itu warisan keluarga mereka. Kemudian, setelah memakan sekeping Koekjes van Waarheid Lady Brigitta, dia mengakui pencurian itu, bahkan sampai memukul-mukul kepala dan bahunya agar berhenti bicara.
Berhasilkah mereka membuat Mr. Havegood menghentikan omong kosongnya? Dari keisengan inilah segalanya kacau. Ty dan Rose harus segera memperbaiki keadaan, maka muncullah resep ketiga: Cake-Pemutar-Balik-Keadaan-Seutuhnya. Resep ini tanpa kisah pendahulu, namun ramuannya membutuhkan air mata Warlock. Menu sulit, resep janggal? Dan segalanya berjalan berantakan. Seisi kota mawut, Calamity Falls bagai kota mati. Siang hari tak ada aktivitas, malam hari warga berjalan bak zombie. Lalu bibi Lily mencoba membantu membereskan situasi. Akhirnya Lily memegang, membaca serta mempelajari Bliss Bakery Booke. Berhasilkah kota kembali normal sebelum ayah-ibu mereka pulang? Kecuriaan Rose sedari awal kepada bibinya apakah berbukti? Apa itu Kilabret?
Well, sungguh menarik. Idenya memang tak original. Kisah Bliss jelas mengambil banyak ide cerita lain lalu diramu jadi makanan lezat untuk pembaca. Kue berisi sihir? Ronald Weasley dan Hermione Granger sudah mempraktekannya. Mencuri resep rahasia? Plankton Sheldon sudah berjibaku mencoba masuk Krasty Krab berjuta kali. Kota mati? 28 Days Later membuktikan kota London, kota tersibuk di dunia itu bisa kosong melompong. Jadi apa menariknya? Kalau bicara konflik jelas bukan, ini kisah sederhana yang tak akan membuat salah satu anggota kelurga Bliss sekarat. Twits? Tak ada. Segalanya seperti prediksi. Saya sudah bisa menebak ke arah mana kisah ini akan berujung ketika kunjungan Lily di saat ortu merak tak ada. Jadi apa serunya? Pertama eksekusi, seperti cover-nya yang terlihat manis. Isi cerita ternyata juga setara gula. Pintar sekali Littlewood mengocok mixer sehingga kita bisa ikut merasakan kekhawatiran Rose. Kedua, endorsment tak bohong. Seluruh puja-puji yang disampaikan di lampiran halaman depan mulai dari Amazon.com, Kirkus review sampai School Library Journal semuanya apa adanya. Jadi saat saya selesai membaca saya merasa tak ditipu. Memang sedari awal saya sekedar butuh wah bukan wow dan itu terpenuhi. Bliss pertama termasuk sukses membuatku ingin melahap kelanjutannya. Jelas seri kedua dan penutup akan menyusul ke rak saya namun tak dalam waktu dekat. Antrian baca masih sangat panjang. Bliss memang bukan buku istimewa namun tetap layak koleksi, kelak biar dibaca Hermione Budiyanto. Saya yakin Hermione akan suka buku ini, namun terkadang –kelak—mendengarkan secara langsung dari mulutnya terasa penting bagiku. UKA UMIATNICNEM!
Bliss | By Kathryn Littlewood | Copyright 2012 by Inkhouse | Penerjemah Nadia Mirzha | Penerbit Mizan Publika (anggota Ikapi) | cetakan XII, April 2015 | cover art 2012 by lacopo Bruno | ISBN 978-979-433-690-8 | untuk Ted | Skor: 3,5/5
Karawang, 171015 – The Naked face
Arsip Harian: 16 Oktober 2015
Kind Word Great Mother
————-
Suatu hari seorang anak laki-laki pulang sekolah memberikan sepucuk surat tertutup kepada mamanya dari Kepala Sekolah.
Anak: “Mama, Kepala Sekolah memberi surat ini kepada saya, dengan pesan agar tidak membuka dan hanya mama yg boleh buka atau membacanya.”
Sang mama membuka dan membaca surat dimaksud dengan airmata berlinang. Namun dengan bijak selesai membaca sang mama membacakan untuk anaknya: “Anak kamu terlalu Jenius. Sekolah ini terlalu sederhana. Tidak cukup guru yang baik dan hebat di Sekolah kami untuk melatih dia ajari dan latih sendiri anak Anda secara langsung.”
Tahun demi tahun berlalu. Sang anak terus tumbuh dan berkembang. Seiring waktu, sang Mama sudah meninggal. Suatu ketika, anak laki-laki yang sudah dewasa itu, menemukan kembali surat yang dulu dibacakan sang Mama kepadanya. Diambilnya surat dari dalam laci meja Mamanya. Diapun membuka dan membaca surat itu dengan tangan bergetar. Berbeda dengan apa yang didengar dari Mamanya saat dia masih Kecil dulu: “Anak kamu punya masalah kejiwaan. Kami tidak mengizinkan lagi dia dating ke sekolah ini selamanya”.
Anak itu, adalah Sang penemu hebat sepanjang masa. Dialah Thomas Alva Edison. Dia Menangis berjam-Jam usai membaca surat itu, lalu menulis dalam buku hariannya: “Thomas Alva Edison, adalah anak gila. Hanya oleh karena seorang pahlawan, karena Mama, saya diubahnya menjadi Sang Jenius sepanjang masa”.
Pesan Moral :
(1) Sejarah membuktikan tentang kesaktian, kehebatan dan peranan/pengaruh seorang Ibu/Mama terhadap anak
(2) Sejarah juga membuktikan kesaktian dari sebuah kata atau ucapan terhadap psikologi dan mental anak-anak.
(3) Perkataan yang buruk sangat ampuh merusak moral dan mental seseorang.
(4) Perkataan yang baik dapat memotivasi dan menginspirasi (merubah) seseorang untuk Menjadi yang terbaik, apalagi oleh Ibu yang tulus, penuh kasih dan bertangan dingin mengelola keluarga.
Dari briefing pagi motivasi dan inspirasi NICI – Karawang.
Dibacakan di ruang Intergrity oleh: Widy Satiti
Pada Jumat, 16 Oktober 2015