Kisah klasik lagi. Kisah yang sudah familiar tentunya bagi pecinta dongeng anak-anak. Di tahun 2007 saat tumpukan buku belum sebanyak sekarang, rasanya kisah Alice adalah yang terbaik. Awalnya kukira ini cerita untuk anak-anak, seperti yang kalian tahu juga kan. Namun setelah selesai baca, coba renungkan. Saya malah kurang setuju. Cerita yang dijabarkan Sir Lewis ga lazim. Anak-anak ga akan langsung paham petualangan yang dijalani Alice. Maaf, orang dewasa juga belum tentu tahu maksudnya. Penafsirannya terlampau luas, terlalu banyak. Dan sepertinya tak akan ada habisnya diperdebatkan sampai 7 generasi ke depan. Alice In Wonderland tentu saja salah satu buku paling berpengaruh di dunia. Lupakan nihilitas, ini kisah abadi.
Alice bosan saat menemani kakaknya yang sedang membaca buku tanpa gambar di bawah pohon. Alice lalu melihat seekor kelinci putih memakai mantel dan membawa jam. “Aku sudah terlambat”, tuturnya lalu masuk ke lubang tanah. Alice yang penasaran mengikuti, dia terjatuh ke lubang yang seakan tanpa dasar. Rasanya sudah lama sekali dia jatuh, berkilo-kilo. Jatuhnya lalu melambat, membuat Alice bisa berifikir, bagaimana dasar sumur ini? Sempat pula dia mengkhawatirkan Dinah, kucingnya di rumah. Semoga tak ada yang lupa memberinya susu di acara minum teh nanti.
Sampai akhirnya Alice terhenti dari gravitasi. Dia bertemu lagi dengan Kelinci Putih, yang berujar “Oh demi telinga dan janggutku. Aku sudah sangat terlambat.” Diikutinya kelinci itu di kelokan demi kelokan sampai pada ruangan yang banyak pintu, semuanya terkunci. Ada meja berkaki tiga dengan kunci emas. Namun saat kunci tersebut berhasil membuka salah satu pintu, alice tak bisa masuk. Terlalu kecil, kemudian dia-pun kembali ke meja tadi dan menemukan sebotol minuman dengan tulisan: “MINUMLAH” dan Alice pun mengecil sayangnya dia lupa sama kunci yang di atas meja sehingga saat inci demi inci tubuhnya menyusut dia ga bisa masuk ke pintunya. Dia menangis di bawah meja, saat menangis itulah ada kue kecil dalam bok dengan tulisan “MAKANLAH AKU” dengan huruf besar dan indah. Tubuh Alice membesar dan kembali menangis sampai airnya menganak sungai. Lalu sayup-sayup terdengar suara kelinci berjalan mendekat dan berkata, “Oh Permaisuri, permaisuri! Oh pasti dia akan marah karena menungguku terlalu lama.” Namun air mata kini sudah memenuhi ruangan. Banjir melanda, Alice lalu berenang. Ditemukannya tikus, bebek, merpati, elang, angsa serta binatang aneh lainnya. Bersama-sama mereka berenang ke tepian.
Sesampainya di tempat kering mereka bicara seolah adalah teman lama, sudah akrab. Mereka saling cerita, ngelantur ke mana-mana sampai menunggu tubuh kering. Namun ada yang mengusulkan, “cara terbaik untuk mengeringkan tubuh adalah dengan balapan antar peserta pertemuan.”
“Ah, cara terbaik untuk menjelaskan adalah dengan melakukannya.” Balapan pun digelar. Kalau ada lomba harus ada hadiahnya. Jadi siapa yang akan memberi hadiah? Kisah ini akan terus berputar membingungkan. Setelah rapat dengan binatang-binatang Alice dihadapkan dengan banyak hal aneh lainnya. Bertemu kadal, ulat yang bijak, babi, Dormouse, kucing Chesire, dan tentu saja March Hare yang terkenal itu. Semua petualangan memberi pelajaran baru buat Alice (dan pembaca). Dan kisah ini menghantarnya pada Ratu kejam yang gemar berteriak, “penggal kepalanya!”
Dari semua petualangan aneh itu, akankah Alice bisa kembali ke rumah? Bisakan dia keluar dari negeri ajaib tersebut? Semuanya tersaji dengan seru sekaligus membingungkan. Dulu di forum buku sempat ada yang mendebat, “harusnya Alice curiga saat melihat kelinci bicara, apalagi kemudian dia bicara dengan binatang-binatang lain” Dijawab, “dunia ajaib ini tak bisa dilogika. Sama seperti saat kita mimpi. Apakah kita bisa dengan sengaja keluar dari mimpi aneh? Dalam mimpi kita bisa melakukan apa saja, bisa menjadi apa saja, bisa berubah jadi siapa saja.” Lalu didebat lagi, “jadi cerita Alice ini dunia mimpi?”. Nah ini yang jadi inti segala kisah. Imajinasi Sir Lewis memang luar biasa, ada yang bilang iya. Ada yang bilang tidak. Ada juga yang keukeh bahwa dalam fiksi sekalipun, logika harus tetap ada. Well, semuanya mungkin. Yang pasti, ini kisah tak biasa yang ditulis di abad 19, waktu yang jauh ke belakang dari sekarang. Waktu yang dengan segala keterbatasannya bisa menyajikan cerita seperti ini tentu saja istimewa. Dan abadi. Serta tak ternilai. Jelas sebagai pecinta fabel, saya memasukkan dalam buku-buku terbaik sepanjang masa.
Alice Di Negeri Ajaib | by Lewis Carol | ilustrasi oleh Sir John Tanniel | first published 1865 | alih bahasa Isnadi | Penerbit Liliput | cetakan pertama, Juni 2005 | 170 hlm; 19 cm | ISBN 979-38131-5-6 | Skor: 5/5
Karawang, 140615 – wonderful tonight
#14 #Juni2015 #30HariMenulis #ReviewBuku
belum pernah baca novelnya atau nonton filmnya. heu
SukaSuka
wah filmnya ada banyak.
Dari versi bagus sampai yang hancur ada.
SukaSuka
iya. anehnya belum ada yang bikin saya tertarik buat nonton 😀
SukaSuka
Saya pun kadang masih suka bingung mas bacanya. Hehehe. Filmnya suka yang terakhir itu.
SukaSuka
Kalau filmnya saya suka yang kartun, sampai beli dvd originalnya waktu itu.
Memang membingungkan ceritanya, tapi masih enak dibaca-baca ulang.
SukaDisukai oleh 1 orang
Ping balik: Best 100 Novels | Lazione Budy
Ping balik: Best 100 Novels of All Time v.2 | Lazione Budy
Ping balik: Alice Through The Looking Glass – Lewis Carroll | Lazione Budy
Cerita anak di negeri antah, sekarang sudah banyak. Ini Pioneer nya
SukaSuka