(review) Robocop: This is the future of American justice!

Gambar

Bagi yang menghabiskan masa kecil sampai remaja di tahun 90an, Robocop adalah pahlawan yang layak dikenang. Selain, tentunya Son Goku, Kura-Kura Ninja, Power Ranger, Ksatria Baja Hitam sampai Wiro Sableng. Robocop adalah idola di zaman paling memorable akhir 80an sampai pertengahan 90an, kemunculannya di tv atau di media cetak menjadi sebuah hiburan wajib. Kala itu kita tak semudah sekarang mendapatkan informasi dan hiburan digital tak sebanyak opsi Saya sumringah saat ada komik strip sehalaman bergambar Alex Murphy di majalah Bobo. Sebagian saya gunting dan tempel di dinding. Sebuah kegilaan masa kecil begitu bahagia.

Jadi saat mendengar Robocop akan di-reboot tahun 2014 saya sangat antusias. Seperti saat TMNT rilis tahun 2007, Dragon Ball Evolution tahun 2009, Saya menontonnya di bioskop dengan hati berdebar, takut dirusak. Teaser poster-nya membuatku mengernyitkan dahi, warnanya hitam bukan perak. Penutup wajahnya ada segaris merah menyala. Trailer-nya bagus dengan adegan ikonis tangan Robocop yang ada di samping paha, lalu muncul pistol, ‘jreeet!’. Penantian panjang itu saya tuntaskan pada hari Minggu, 16 Februari 2014 lalu saat ke Mal Lippo Cikarang. Nonton dengan teman STM yang artinya satu generasi, sama-sama menggilai robot ini. Saat layar dibuka lampu biskop dimatikan, muncullah logo Metro-Goldwyn-Mayer (MGM) dengan backsound singa. Eh bukan, ternyata suara Samuel L Jackson yang kocak meniru suara…, apa ya? Hhhmmm…, seisi bioskop tergelak, sinting!

Film dibuka dengan penjelasan seorang presenter kocak Pat Novak bahwa Amerika membutuhkan robot untuk menyelesaikan masalah, salah satunya masalah terorisme. Kecepatan dan ketangkasan robot tak bisa disamai oleh manusia. Namun manusia masih punya nurani, masih punya hati sehingga dalam misi selalu berfikir dua kali. Adalah Dr Dennett Norton (diperankan dengan keren oleh Gary Oldman) yang mendapat tugas untuk menyatukan manusia dengan robot. Dengan didanai organisasi milik Raymond Sellars (Michael Keaton) mereka memilah tubuh siapakah yang akan dijadikan pioneer.

Saat memilah dan memilih itulah secara bersamaan, seorang detektif bernama Alex Murphy mengalami serangan teror. Saat bersama rekannya Jack Lewis (Michael K. Williams) mengurai kejahatan senjata illegal, Jack kena tembak dan tak sadarkan diri. Sang antagonis Antoine Vallon (Patrick Garrow) merasa perlu menyingkirkan Alex yang sudah tahu jati dirinya. Dengan memasang bom di mobilnya. Naas bagi Alex, dalam sebuah adegan romantis tiba-tiba alarm mobilnya berbunyi. Merasa keheranan karena ada kejanggalan, Alex mencoba mematikan alarm. Saat tangan kirinya menyentuh pintu mobil, Boom! Lalu secara cepat keputusan harus diambil, dengan kondisi separuh tubuh cacat, untuk menjaga agar Alex tetap hidup mereka menawarkan opsi untuk menjadikan Alex percobaan manusia-robot.

Saat melihat dalam kaca tubuh Alex, tiga bulan kemudian, saya ngilu. Serem sekali, saya ga berani menatap layar beberapa saat. Saat akhirnya baju robot dipasang semuanya saya sempat berujar. ‘Lho kok tetap seperti versi original dengan warna perak?’ Ga seperti di poster yang berwarna hitam. Namun ternyata itu tak lama, karena segera berubah setelah teriakan: “Make him more tactical. Let’s go with black.”

Saat publik menanti pengenalan sang manusia robot, Robocop gagal saat uploading data kejahatan. Otaknya error dan jati diri Alex sedikit terenggut. Namun ternyata dari situlah akhirnya dia berubah jadi Robocop yang kita kenal. Jiwanya sudah tak sepenuhnya ada dikendali Alex, namun sudah secanggih komputer, sehingga saat menatap kerumunan semua orang terdeteksi: Threat or No Threat. Kemudian dendamnya muncul untuk memburu Vallon. Ketika semuanya sepertinya berjalan lancar, ada penghianat dari dalam. Siapakah dia? Tonton segera di bioskop kesayangan Anda!

Saat kita disuguhi drama yang memikat dengan tensi yang terjaga sampai menjelang klimak, harusnya Alex meledak dan menghancurkan layar. Namun sayang, Jose Padilha tak melakukannya. Ending-nya anti klimak. Susunan bagus dari awal serasa berantakan saat suara baling-baling helikopter mendekat. Seperti ada yang hilang ketika credit title muncul.

Secara keseluruhan saya suka. Dramanya bagus, dan saya memang suka film drama. Aksinya memang minim tapi tetap nikmat disaksikan. Ikon pistol di paha, motor gedenya, penutup wajah, sampai deteksi pengelihatan muncul. Dan itu sudah cukup membuatku sumringah. Kura-kura Ninja gagal, villainnya kurang gahar. Dragon Ball Evolution lebih buruk lagi. Berantakan, sungguh buruk, plot hole di mana-mana. Robocop yang ini lumayan, setidaknya Jose tak merusak idola kita. Jadi bagi yang pengen nostalgia masa kecil, film ini bisa jadi salah satu obat mujarap. Mumpung masih hangat dan seru-serunya.

Robocop

Director: Jose Padilha – Screenplay: Joshua Zetumer – Cast: Joel Kinnaman, Gary Oldman, Michael Keaton, Samuel L Jackson, Abby Cornish – Skor: 3/5

Karawang, 190214

13 komentar di “(review) Robocop: This is the future of American justice!

  1. Ping balik: Justice League: Underdog Surprises | Lazione Budy

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s