Bahasa Tarzan

Gambar

Sebenarnya saya malu juga menggunakan bahasa Tarzan. Sebagai seorang HR tuntutan untuk bisa billingual adalah keharusan. Manajemen di Perusahaan ini adalah pemilik Perusahaan yang 100 % pemodal asing. Perusahaan Jepang yang terkenal disiplin dan sangat menghargai waktu. Padahal setahun lalu saya belajar bahasa Jepang, Nihon go level 5 (level terendah). Nyatanya gagal, gagal karena saya memang tak bersungguh-sungguh mempelajarinya. Selama belajar di Perusahaan mereka bahkan membayarnya sebagai waktu lembur. Kurang apa coba, udah dapat ilmu plus dibayar. Saat ikut ujian kompetensi ke Jakarta pun kita dapat transport dan free pendaftaran. Sayangnya gagal. Dari 15-an orang yang test hanya 2 orang yang dapat sertifikat lulus level 5. Itu artinya, yang mempunyai sertifikat dapat tambahan gaji, tunjangan tetap bahasa.

Alasan utama saya adalah saya memang tak berniat sungguh-sungguh. Entah mengapa saya tak terlalu minat sama bahasa Jepang. Sebuah niatan ga bagus jika mengingat saat ini banyak Perusahaan negeri Matahari Terbit yang bertebaran di Negara kita.

Sudah terlalu sering saya menggunakan bahasa Tarzan, bahasa isyarat seadaanya menggunakan tangan dan English yang terbata. Orang Jepang yang ada di sini mayoritas tak bisa English. Mereka terlampau bangga pada Negara mereka termasuk penguasaan bahasa, jadi percuma kita selipkan bahasa Inggris malahan mending kita selipkan bahasa Indonesia karena justru mereka mempelajari Bahasa kita.

Pernah suatu ketika mereka menanyakan amplop di mana, sambil menunjukan amplop bekas. Saya kasih amplop yang baru seperti yang dia pegang, dia jawab bukan, katanya “besaaaar”. Saya carikan yang lebih besar warna coklat. Dia tersenyum, “ya yang ini”. Lalu dia tanya, “apa ini?” dan dia pun mencatat di note apa yang saya ucap.

Mereka biasanya mencatat hal-hal baru yang dipelajari di sekitar tempat kerja. Pernah juga mencatat “asbak”, “pulpen”, “binder” sampai hal-hal sepele macam “penghapus”. Semangat belajar di negara yang mereka pijak sungguh luar biasa. Tak jarang juga saya menemui orang Jepang bisa ngomong patah-patah bahasa Indonesia. Saya sangat meng-apresiasi-nya.

Saya sendiri kalau dicari sama mereka kalau bertemu sama staff lain yang tak bisa bahasa Jepang dengan isyarat sambil memegang dagu ke bawah yang artinya ‘berjenggot’. Lalu teman saya yang pakai kaca mata, diisyaratkan dengan membentuk bulatan 2 jari antara jempol dan telunjuk diletakkan depan mata. Ada juga teman saya yang memakai jilbab pakai isyarat kedua tangan diletakkan di pipi lalu turun ke bawah.

Terakhir, kemarin malam jam 8 saat di office tinggal saya doang mereka menemui saya untuk meminta tolong pesan makanan delivery Bento. Setelah bahasa Tarzn yang tersendat, akhirnya saya nyerah dan telpon penerjemah untuk mengartikan maksudnya. Jadi si bos ngomong ke penerjemah lalu HP kasih ke saya apa maksudnya, lalu di kasih ke dia lagi. Begitu seterusnya sampai selesai semuanya. Kacau? Ya! Malu? Jelas! Berantakan sekali saya memikirkannya.

Sejujurnya, sayang sekali kesempatan belajar bahasa Jepang ini saya lewatkan. Mungkin menanti dulu ‘the power of kepepet’ yang memaksa saya mempelajarinya, entah kapan itu datangnya. Mungkin sampai mood itu datang, saya akan terus memakai bahasa Tarzan. Hiks,

Karawang, 291013

28 komentar di “Bahasa Tarzan

  1. Budaya Japanese staf-nya persis dengan tempat kerja saya yang dulu, yaitu telaten mencatat atas kosakata baru. Dan mereka lebih suka berbicara dalam bahasa Indonesia daripada bahasa Inggris.

    Kebiasaan orang Jepang itu sering terbalik antara “L” dan “R:
    Sampai ada sebuah blog yang secara iseng mengumpulkan kelucuan-kelucuan orang Jepang dalam pengucapan dan penulisan kata.
    Nama situsnya: http://engrish.com/
    Pelesetan dari “Engrish” itu umum diucapkan daripada bilang “English”
    Gila itu situs, rajin bener ngupdate, sejak tahun 1996 sampai sekarang (Oktober 2013). Yang isinya foto-foto salah penulisan.

    Suka

  2. Kemauan mereka untuk belajar hal baru yg dpt membuat mereka maju memang luar biasa. Dulu ayah saya pernah bercerita, di tempatnya bekerja dulu sebelum pensiun, ada seorang kontraktor Jepang. Awal datang, dia sama sekali tidak bisa bahasa Inggris, apalagi Indonesia. Kemana-mana membawa kamus dan ditemani temannya sebagai penerjemah. Beberapa bulan kemudian, dia sudah fasih betul berbahasa Inggris. Salut!

    Suka

Tinggalkan komentar