Makanan Halal

Gambar

(alangkah lebih bijak meng-ecek adanya logo ini di setiap makanan yang akan kita santap)

Beberapa waktu yang lalu saya dapat broadcast bbm tentang restoran terkemuka di Indonesia yang belum mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kaget juga ketika membacanya, karena beberapa kali saya pernah makan di sana. Walau bukan jaminan halal dalam actual-nya tapi setidaknya dengan adanya label halal dari MUI lebih memberi kenyamanan hati dalam bersantap.

Saya jadi teringat saat saya masih kecil tinggal di kampung, di rumah keluarga kami yang sederhana dengan menerapkan aturan makan yang ketat. Keluarga kami menekankan untuk lebih makan sayuran dan lebih sering makan telur (kaya protein bro). Kalaupun sesekali tersaji daging maka biasanya ikan, udang atau hewani yang hidup di air. Dan kalau menginginkan daging ayam atau bebek maka keluarga kami akan menyembelih ayam sendiri agar prosedurnya sesuai dengan kaidah agama. Biasanya sih tinggal ambil dari ternak, tapi sesekali beli ayam hidup di pasar. Kebetulan di kampung sudah terbiasa memelihara ayam, di mana pagi harinya dilepas dan sore harinya ngandang sendiri. Ibaratnya telur tinggal ambil, sayur tinggal petik.

Namun sayangnya kebiasaan yang sangat baik di keluarga ini tak bisa berjalan ketika saya merantau. Awalnya saya masih menjaga makan dengan membeli makan di warteg berupa sayur, ikan dan telur. Lama-lama bosan. Dan lingkungan di perantauan akan memaksa Anda untuk mengikuti kebiasaan mereka. Setelah bekerja maka ada catering yang tersedia ada beberapa pilihan: daging, ayam, ikan, dan telur. So akhirnya saya memakan ayam yang bukan ‘dibunuh’ oleh keluarga. Lalu ketika ada acara ngumpul sama rekan kerja makan-makan maka akan sulit menolak ayam kalau acaranya di KFC. Dari yang kecil dan sesekali itu akhirnya saya tak bisa mempertahankan tradisi keluarga untuk menjaga makanan. Apalagi jadi anak kos yang ‘merdeka’ di mana asal tak kelaparan saja itu sudah bagus. Hello mie instan, apa kabar?

Dan selama hampir sepuluh tahun di perantauan ini tubuh saya mekar sampai kelebihan berat badan sepuluh kilo. Padahal pas awal berangkat ke tanah orang saya kerempeng, sampai-sampai kalau pas mudik ibu saya prihatin dikiranya ga doyan makan karena jauh dari rumah. Lebih parah lagi, istri saya tak mahir memasak. Jadinya sering beli di luar, padahal saya termasuk orang rumahan di mana saat usai kerja jarang sekali main ke tempat teman.

Jadi kesimpulannya saya hanya sekedar sharing saja tidak mengajak untuk bilang ‘jangan makan di sini’ karena itu semua kembali kepada masing-masing individu, prinsip saya kalau bisa dicegah kenapa tidak? Berikut data 15 restoran yang belum ber-label halal: J-Co Donuts, Bread Talk Roti, Roti Boy, Papa Rons Pizza, Izzi Pizza, Baskin ‘n Robbins, Richeese Keju, Coffee Bean, Dapur Coklat, Starbucks Coffee, Solaria, Hanamasa, Rice Bowl, Red Bean, dan Burger King.

Sebagai catatan tambahan saja, setelah saya baca broadcast tersebut saya tak pernah makan di sana lagi. Memang enak hidup di desa sih, lingkungan masih asri dan jarang beli makan di luar, apalagi di restoran-restoran tersebut.

Karawang, 0710013

12 komentar di “Makanan Halal

  1. Mas, saya pernah dapet juga info-info beginian. Tapi ternyata hoax. Info yang dilansir pun cuma dari facebook. Yaa gak tahu sih ya benar apa engga, cuma setahu saya sih begitu hehehe

    Suka

    • Pihak MUI sudah buka suara, mereka membenarkan.
      Mereka bukan meng-haram-kan, cuma meminta pihak restoran untuk mengajukan sertifikasi halal kalau mereka berani jamin makanan mereka halal. Kalau ga mau sertikasi maka perlu dipertanyakan juga restoran tersebut. Kalau mereka bersih pasti tak gentar sama permintaan MUI. Mencegah saja sih.

      Suka

Tinggalkan komentar