Suap # 5

Gambar

Ini adalah catatan terakhir, yaitu catatan kelima tentang suap, sebuah pengalaman tentang Suap yang terjadi di sekeliling kita.

Sebagai orang berkecimpung di bidang HR (Human Resource) dan GA (General affairs) kejahatan suap adalah kejahatan yang paling mengancam. Sebagian besar orang yang terjun di bidang itu sudah mengetahui, namun sayangnya banyak yang abai atau istilah umunya ‘sudah biasa’. Padahal suap adalah salah satu bentuk korupsi. Sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh KPK (Komisi Pemberantas Korupsi). Yaitu  Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi:

“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”

Di situ jelas sekali suap termasuk gratifikasi, walau ruang lingkup lebih kecil, bukan sebagai pegawai negeri tapi hanya sebatas karyawan. Tapi tetap saja kan, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kelangsungan Perusahaan ada di departemen HRD dan GA. Berikut beberapa item yang rawan suap yang selama ini bersinggungan dengan saya.

# Pengadaan Barang

Well, pengadaan barang di sini lebih kepada barang-barang yang besifat umum, bukan barang-barang yang bersinggungan dengan proses produksi. Karena aturannya bagian HRD dan GA tidak boleh mencampuri urusan proses produksi. Barang-barang yang umum misalnya Alat Tulis Kantor (ATK), barang furniture penunjang office, parcel, rekening koran, computer, makanan penunjang shift malam dan sebagainya.

Potensi terjadi korupsi ada pada loby dari luar yang akan menyuplai barang-barang kebutuhan. Misalnya ada sebuah Perusahaan mengajukan proposal untuk menyupai ATK, biasanya mereka berani beri diskon karena akan ada kontrak kerja sama yang mana suplai akan diberikan secara continue. Karena terjadi persaingan dengan banyaknya proposal pengajuan yang masuk, mereka selain kasih diskon juga berani memberi amplop. Di sini lah ketegasan pengambil keputusan harus berani berkata ‘TIDAK’. Jelas-jelas dengan adanya amplop tersebut keputusan kita untuk memakai jasa mereka secara tak langsung diikat. Kebijakan yang kita ambil akan oleng dan tak objektif lagi.

Pernah ada seorang teman yang menawarkan suplai susu dan roti kepada saya, saya sih silakan saja masukan proposal. Setelah saya cek, harganya memang menggiurkan, miring. Jadi saya persilakan kita trial seminggu, ga dinyana kualitas rotinya buruk dan susu bantalnya lebih tipis. Sempat ada protes dari karyawan, seminggu saja langsung saya cut walaupun dia temanku. Sempat mau kasih amplop, saya ga bisa melanjutkan. Kebutuhan karyawan yang tiap shift malam untuk memberi makanan penunjang yang layak jauh lebih diutamakan.

Ada lagi kasus mesin foto copy yang rusak, si tukang servis menawarkan kecurangan untuk me-mark-up jasa perbaikan. Katanya ini sudah biasa dengan HRD-GA di tempat lain. Weleh, lagi-lagi alasan kebiasaan jadikan dasar. Sepertinya memang harus dirombak total nih Indonesia.

Pernah juga saya pergoki seorang bawahan saya me-mark-up harga 10 rim kertas A4. Jadi ceritanya kebutuhan kertas sudah habis sebelum masanya, sementara supplier yang biasanya sedang tak bisa mengirim sehingga kita membeli ke sebuah toko buku pingir jalan. Harganya ada yang aneh, walau dinaikkan sedikit. Saya minta staff untuk membelinya dengan diantar sopir, setelah kuitansi saya terima saya langsung cek dengan menelpon langsung (ada alamat di nota), saya pura-pura menanyakan harga beberapa item yang salah satunya ya kertas A4 tadi. Marah? Jelas! Kenapa hal sepele seperti ini saja di-mark-up? Heran. Kepercayaan itu memang mahal harganya.

 

Penutup: Selain kelima hal yang sudah saya sharing, masih banyak hal-hal yang memungkinkan terjadinya suap-menyuap. Laporan yang masuk ke meja kalau mau direkap, numpuk. Ini masih sekelas Perusahaan, kecil memang jika dibanding Pemerintahan. Kebanyakan terjadi karena kebiasaan. Saling sikut kepentingan, bancakan proyek. Di Perusahaan yang sekarang menaungi saya, ada tempat pengaduan terhadap keluh kesah karyawan. Termasuk bila ada kecurigaan suap. Di Perjanjian Kerja Bersama (PKB) juga sudah diatur, dimana apabila karyawan terbukti menerima suap sanksinya adalah PHK. Namun itu hanya tempelan, karena desas desus suap akan selalu ada dan susah diberantas. Tinggal kembali kepada pribadi masing-masing. Saya selalu menyerukan hal ini ketika melakukan training karyawan, kalaupun masih terjadi ya mau bagaimana lagi. Setidaknya sudah mencoba mencegah, atau kalaupun masih tak mempan untuk diluruskan, minimal SAYA tidak melakukannya. So Jokowi for presiden! –  apa sangkutpautnya coba?  🙂  –

Karawang, 130913

14 komentar di “Suap # 5

  1. jadi ini aku musti manggil dirimu apa nih, Mas? Lazi apa Budy..? 🙂
    di kantorku udah pada nggak mau loh, jadi panitia pengadaan barang. Habis honor (RESMI) nya nggak seberapa, eh dicurigainnya (padahal nggak nego apa2) habis2an… Serasa jadi terpidana sebelum sidang gituuu… hahaha…

    Suka

  2. Salut sama Anda yang masih tegas sama bawahan yang mencoba me-mark up dana sekecil apa pun. Kadang kalau dibiarkan, lama-lama menjadi biasa dan dianggap lumrah. Saya sendiri juga heran, ga di kota ga di desa orang pada seneng disuap, emangnya dulu pas kecil belon puas kali ya disuapin emaknya? 🙂

    Moga-moga kita awali dari diri sendiri dan keluarga ya Mas…

    Suka

Tinggalkan komentar